Cerita Berkesan Hari Raya Tempo Dulu, Polemik 1 Syawal Hingga Anjing Ke Masjid

- 26 April 2022, 12:30 WIB
Kesan Hari Raya Idul Fitri tempo dulu tidak hanya sekedar keceriaan dan kegembiraan semata, dengan berbagai peristiwa yang terjadi
Kesan Hari Raya Idul Fitri tempo dulu tidak hanya sekedar keceriaan dan kegembiraan semata, dengan berbagai peristiwa yang terjadi /Tomi/ Trenggalekpedia

RINGTIMES SITUBONDO - Kesan Hari Raya Idul Fitri tempo dulu tidak hanya sekedar keceriaan dan kegembiraan semata.

Ada peristiwa masuknya anjing ke dalam masjid hingga perbedaan waktu Hari Raya Idul Fitri.

Dilansir RINGTIMES SITUBONDO dari Pikiran-Rakyat.com berjudul "Lebaran Tempo Dulu: Ada Polemik Tanggal Lebaran hingga Peristiwa Anjing Masuk Masjid"

Sebanyak 27 anggota polisi dari kepolisian Bandung dengan menggunakan 6 mobil meluncur ke Tasikmalaya pada Sabtu sore. Rombongan itu dipimpin langsung Komisaris Soeters.

Baca Juga: Politikus ingatankan Soal Penundaan Pemilu, Banyak Masyarakat yang tidak Setuju

Tiba di tujuan, mereka langsung berjaga dan melakukan pengamanan. Perihal apa yang membuat para polisi asal Bandung itu berdatangan ke Tasikmalaya? Rupanya, kedatangan mereka terkait ketegangan antara dua kelompok yang berbeda tanggal dalam penentuan Lebaran.

Koran berbahasa Belanda Bataviaasch Nieuwsblad menurunkan berita terkait peristiwa itu pada 8 Januari 1935 dengan mengutip laporan Aneta. Ketidaksepakatan penetapan tanggal Idul Fitri itu disebutkan berlangsung sengit.‎

"Salah satunya ingin merayakan Lebaran pada Minggu pagi tanggal 6 dan yang lainnya pada pagi hari tanggal 7 Januari," kata koran tersebut.

Pertentangan tersebut menuai kekhawatiran karena dua kelompok tersebut tak hanya memiliki pengikut ratusan orang, melainkan ribuan.

Baca Juga: 440 Peserta Seleksi CASN Masuk Daftra Hitam Karena Diduga Curang

Beruntung, tak ada kerusuhan yang terjadi. Pengamanan yang berlangsung pada dua hari atau tanggal hari raya yang berbeda tersebut tak menemui kendala dan suasananya malah sepi.

Para polisi Bandung itu pun dapat pulang kembali menggunakan kereta api pada Senin sore.

Perselisihan tanggal Lebaran tersebut juga diangkat De Koerier dalam pemberitaannya, 8 Januari1935. De Koerir lebih rinci mengupas kronologis peristiwa di Kota Santri tersebut.

Baca Juga: Tuduhan Putin Terhadap Barat, Dicurigai Ingin Hancurkan Rusia Dengan teror

Persoalan bermula ketika keluar surat keputusan penetapan Lebaran oleh kepala penghulu Tasikmalaya. Satu kelompok ingin mengikuti keputusan penghulu untuk berlebaran pada Minggu. Namun terdapat kelompok lain yang ingin berlebaran pada Senin.

"Perbedaan pendapat ini membuat hubungan agak tegang. Buletin yang dikeluarkan oleh kedua belah pihak mendesak untuk merayakan Lebaran pada salah satu dari dua hari tersebut di atas," kata De Koerir. Bupati Tasikmalaya pun memutuskan tanggal Lebaran jatuh pada Minggu.

‎"Namun ketentuan tersebut tidak membawa perdamaian yang diinginkan dan ketika (saat itu) beredar rumor akan saling serang, Bupati meminta bantuan polisi dari Bandung," kata koran tersebut.

Baca Juga: Tuduhan Putin Terhadap Barat, Dicurigai Ingin Hancurkan Rusia Dengan teror

De Koerir mencatat jumlah polisi bantuan dari Bandung yang datang ke Tasikmalaya pada Sabtu sore, pukul 16.30 itu sekira 30 orang. Perselisihan ternyata tak berkepanjangan sehingga bala bantuan itu bisa pulang kembali ke Bandung pada Senin sore, pukul 14.00.

Lebaran Tanpa Tabuhan Beduk

Berita koran‎ De Avondpost pada 17 November 1938 juga mengangkat perbedaan pendapat tentang tanggal hari raya di Tasikmalaya.

Perbedaan tersebut diselesaikan oleh keputusan kepala penghulu dan bupati dengan mempersilahkan kelompok yang merayakan Lebaran pada 22 November di masjid sendiri tetapi tanpa tabuhan beduk. Hari berikutnya, kelompok lain merayakan juga di masjidnya sendiri.

Het Vaderland dengan mengutip Aneta, dalam pemberitaannya juga menurunkan berita serupa pada 17 November 1938.

Baca Juga: Cara Paling Tepat untuk Mengendalikan Kadar Asam Urat, Gula Darah, hingga Kolesterol

Perbedaan hari Idul Fitri dimuat pula dalam pemberitaan koran berbahasa Sunda Sipatahoenan dalam terbitan Kamis 1 Desember 1938. Sipatahoenan mencatat kejadian itu terjadi di Cirebon dengan judul berita, Lebaran Boentoetan.

"Koengsi diterangkeun, jen di Tjibedoeg, Lebaran teh tjeuk sapihak powe Rebo, sapihak deui Kemis. Koengsi aya bewara ka hiji kiai di Tjiledoeg jen Lebaran teh kudu powe Rebo, noroetkeun poetoesan Hoofdbestuur perkoempoelan agama anoe ditjekel koe eta kiai, tapi ieu kiai Lebaranna tetep powe Kemis, achirna 2 kiai (hiji kiai ti Tjiledoeg, 1 hiji deui ti Sindanglaoet) koedoe adoe hareupan, neangan mana nu bener." Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia potongan berita Sipatahoenan itu berbunyi, "Pernah diterangkan tentang di Cibedug, Lebaran kata satu pihak berlangsung pada Rabu, pihak lain pada Kamis. Sempat ada pengumuman kiai di Ciledug perihal harus Rabu, tetapi kiai itu malah berlebaran tetap pada Kamis. Akhirnya dua kiai masing-masing dari Ciledug dan Sindanlaut mesti saling bertemu untuk mencari mana tanggal yang benar."

Anjing Masuk Masjid

Tak hanya polemik penentuan tanggal, publik juga dihebohkan peristiwa perilaku seorang Eropa yang merupakan operator angkutan bersama isterinya yang masuk masjid dengan membawa anjing pada malam menjelang Lebaran, 14 Desember 1936. ‎

Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indië menuliskan kronologi peristiwa dalam pemberitaannya pada 15 Februari1937. Kronologis tersebut mengacu jawaban pemerintah terhadap pertanyaan anggota Volksraad Wiwoho.

Pada malam Lebaran itu, seorang pedagang tembakau berusia 60 tahun beserta saudaranya serta15 anak laki-laki tengah berada di tajug yang terletakk di Kampung Jajaway, Desa Tawangsari, Kota Tasikmalaya.

Baca Juga: Simak Syarat Mudik Lebaran Berikut, Mulai dari Darat, Laut, dan Udara

Sebagaimana biasa malam takbiran diisi sejumlah pemuda tersebut dengan memukul bedug. Orang Eropa yang rumahnya berjarak 17 meter dari tempat ibdaha itu merasa terganggu dengan kebisingan pun datang serta meminta mereka menghentikan kegiatan tersebut.‎

"Sementara itu, istri orang yang bersangkutan, dengan berpegangan pada seekor anjing, telah mengikuti suaminya ke dalam rumah salat (masjid/tajug)," tulis koran itu.

Halaman:

Editor: Suci Arin Annisa

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Terkait

Terkini

x