Amandemen Konstitusi pada Negara Demokrasi jadi Solusi Perkembangan Generasi Masa Kini

- 22 Mei 2022, 09:07 WIB
Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa, amandemen konstitusi
Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa, amandemen konstitusi /Foto: Instagram/ @bambang.soesatyo/

RINGTIMES SITUBONDO - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa, amandemen konstitusi bukan hal tabu pada konsep negara demokratis.

Amandemen konstitusi sudah menjadi bagian dari praktik kehidupan demokrasi berbagai negara, menurut Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet.

Baca Juga: Bakal Miliki Pengaruh Kuat Pada Pilpres 2024, Pengamat Sebut Bakal Didapat Ganjar dan Prabowo

Seperti negara Prancis yang melakukan amendemen sebanyak 24 kali, India 105 kali, Thailand 20 kali, Korea 9 kali, Indonesia 4 kali, dan di Amerika Serikat terdapat 33 kali amendemen yang diajukan secara resmi oleh kongres. 

Dilansir RINGTIMES SITUBONDO dari Antara berjudul "Bamsoet sebut amendemen bukan hal tabu di negara demokratis"

"Menyadur pandangan presiden ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson, konstitusi justru seharusnya diamendemen oleh setiap generasi untuk memastikan bahwa kemajuan dan perkembangan generasi masa kini tidak terkekang oleh ketentuan konstitusi masa lalu yang tidak mengakomodasi dinamika zaman," ujar Bamsoet berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Baca Juga: Kembali Gelontorkan Dana, DPR Bakal Cat Dome Gedung Nusantara dengan Anggaran Rp4,5 Miliar

Ia mengemukakan hal tersebut saat menutup Kongres XVI KNPI pimpinan Haris Pertama secara virtual di Jakarta, Sabtu.

Meskipun bukanlah hal yang tabu, Bamsoet menekankan bahwa amendemen konstitusi tidak dapat secara serampangan karena menjadi hukum dasar yang memuat norma dan aturan dasar dalam kehidupan bernegara.

Dengan demikian, lanjut Bamsoet, penyempurnaan konstitusi untuk menyesuaikan perkembangan zaman dan mengakomodasi kehendak rakyat tidak boleh mengesampingkan paham konstitusionalis yang dianut.

Baca Juga: Kepala Desa Se-Indonesia Deklarasikan Jokowi 3 Periode, Roy Suryo: APDESI KW, Tidak Terdaftar Resmi!

"Secara teoritis, amandemen konstitusi dilatarbelakangi oleh beberapa momentum konstitusional yang mendasarinya. Misalnya, adanya ketentuan dalam konstitusi yang tidak mengatur secara tegas dan jelas sehingga menimbulkan multitafsir dan kerancuan dalam implementasinya," kata Bamsoet.

Di samping itu, lanjut dia, amendemen juga bisa dilakukan ketika ada ketentuan-ketentuan mendasar yang belum diatur dalam konstitusi, ada kelemahan mendasar dalam substansi, konsistensi hubungan antarbab atau antarpasal, dan ada ketentuan yang sudah tidak relevan dengan kondisi politik serta ketatanegaraan yang berlaku.

Baca Juga: Persaingan Ketat Prabowo dan Ganjar Versi Survei Indometer, Anis Masih Antri Dibelakang

Dalam tatanan kehidupan demokrasi modern, kata Bamsoet, konstitusi yang dianggap ideal adalah konstitusi yang hidup (living constitution) dan konstitusi yang bekerja (working constitution).

"Konstitusi yang hidup adalah konstitusi yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman. Konstitusi yang bekerja adalah konstitusi yang benar-benar dijadikan rujukan dan diimplementasikan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, serta berbangsa dan bernegara," ujar Bamsoet.***(Tri Meilani Amelia/Antara)

Editor: Suci Arin Annisa

Sumber: ANTARA


Tags

Terkait

Terkini