Serangan Digital Jadi Ancaman Jurnalis, AJI Sebut Sangat Merugikan dari Segala Aspek

18 Mei 2022, 21:30 WIB
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito madrim Maraknya ancaman terhadap Jurnalis saat ini melalui media digital /Pixabay/Engin Akyurt/

RINGTIMES SITUBONDO - Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim Maraknya ancaman terhadap Jurnalis saat ini melalui media digital.

“Karena serangan itu jauh lebih mudah melalui serangan digital, tren nya berubah di serangan digital. Kemudian, lebih mudah dikriminalisasi karena adanya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” ujar Sasmito Madrim dalam diskusi kebebasan pers di era digital yang diselenggarakan Kedubes AS secara virtual, Rabu.

Baca Juga: Dianggap Buat Bangkrut Negara, Pembangunan IKN Memakan Banyak Duit

Memberikan kerugian ekonomi yang tinggi dan menyebabkan trauma berlebihan merupakan salah satu contoh dampak dari serangan digital.

Dilansir RINGTIMES SITUBONDO dari Antara berjudul "AJI: Ancaman terhadap jurnalis berkembang jadi serangan digital"

"Serangan digital ini dampaknya sangat luar biasa bagi jurnalis dan perusahaan medianya. Ketika aset digitalnya perusahaan media siber diambil alih kemudian konten-nya dihapus itu bisa dibayangkan kerugiannya berapa miliar atau ratusan juta ketika konten-nya dihapus, sehingga itu pentingnya ada back up data," tutur Sasmito.

Baca Juga: Kondisi Pandemi Covid-19 Semakin Terkendali Pemerintah Berikan Kelonggaran Memakai Masker

Serangan digital menyebabkan trauma, hal itu tidak hanya berdampak terhadap korban, namun juga kepada seluruh keluarga korban.

Jenis serangan yang dialami jurnalis dan media yaitu doxing (tindakan mempublikasikan informasi pribadi atau identitas tentang individu atau organisasi di internet), peretasan dan penolakan layanan secara distribusi (distribused denial-of-service/DDos).

"Namun, era digital juga memberikan manfaat seperti memudahkan kerja jurnalis, mampu menyusup ke dalam batasan pemerintah, dan lebih mudah berkolaborasi," ujar Sasmito.

Baca Juga: Gelar Ritual Pradiksina, Ratusan Umat Buddha di Tanjung Selor Penuh Suka Cita Peringati Hari Waisak

Dalam jurnalisme di era digital, lanjut dia, AJI mendorong regulasi terkait serangan digital kepada jurnalis. 

"Karena serangan digital tidak masuk dalam regulasi," ucap dia.

AJI juga akan melakukan penguatan pemahaman aparat penegak hukum mengenai serangan digital terhadap jurnalis.

Baca Juga: Persaingan Ketat Prabowo dan Ganjar Versi Survei Indometer, Anis Masih Antri Dibelakang

"Kemudian, memperkuat keamanan jurnalis dan membangun kerja sama dengan laboratorium digital. AJI belum ada SDM yang paham mengenai digital forensik, padahal digital forensik itu dibutuhkan untuk menemukan siapa pelaku dari serangan digital," kata dia.

Menurut data AJI, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tercatat sejak 1 Januari hingga 25 Desember 2021 mencapai 43 kasus.

Jenis kekerasan paling banyak berupa teror dan intimidasi (9 kasus), kekerasan fisik (7 kasus) dan pelarangan liputan (7 kasus).

Baca Juga: Persaingan Ketat Prabowo dan Ganjar Versi Survei Indometer, Anis Masih Antri Dibelakang

AJI juga mencatat masih terjadi serangan digital sebanyak 5 kasus, ancaman 5 kasus dan penuntutan hukum, baik secara pidana maupun perdata, 4 kasus.

Dari sisi pelaku kekerasan, polisi menempati urutan pertama dengan 12 kasus, kemudian orang tidak dikenal 10 kasus, aparat pemerintah 8 kasus, warga 4 kasus dan pekerja profesional 3 kasus.

Sementara itu, perusahaan, TNI, jaksa dan organisasi kemasyarakatan masing-masing 1 kasus.***(Aziz Kurmala/Antara)

Editor: Suci Arin Annisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler